"
kring..."
keras dering jam beker membangunkan diri ini dari
mati semu. dengan malas nya aku melangkah menuju kamar mandi, setelahnya,
aku sarapan sambil melihat berita berita di tv.
"lagi lagi bencana, apa
yang sebenarnya terjadi dengan negeri ini, duka mereka dipertontonkan
oleh orang, apakah bencana sebuah tontonan yang menarik, terlebih dengan
p
emerintah, alah peduli apa mereka,
semuanya tak lebih dari pencitraan" gumam ku dalam hati
"pemirsa, baru
saja gunung merapi mengalami erupsi, dan awan abu vulkanik atau yang
disebut wedus gembel kembali menghantui warga. warga sekitar lereng
gunung merapi kini mengungsi ke daerah yang aman kurang lebih di radius10 km dari
gunung merapi" ujar seorang reporter dari salah satu stasiun tv yang
meliput bencana itu.
berhari
hari berita ini menjadi santapan masyarakat, jutaan penduduk negeri ini
menyatakan duka mereka tanpa ada tindakan, "ucapan tidak lah cukup"
pikiran ini yang membuatku ingin menjadi relawan untuk membantu mereka.
hari
itu pagi sangat cerah, padahal di sana sangat lah kelam oleh awan abu
vulkanik, dengan mengendarai kendaraan pribadi aku sampai di desa kinahrejo,
sampai disana aku menyampaikan niat ku untuk menjadi relawan kepada
petugas setempat.
sehari setelah itu aku
melakukan evakuasi kepada warga setempat, memang tak mudah untuk
meyakinkan mereka agar mau di evakuasi dari lereng merapi, terlebih oleh
kepercayaan yang mereka anut selama ini. puncaknya, malam itu merapi
melakukan erupsi yang sangat besar, awan abu vulkanik mernerjang desa
kinahrejo yang menjadi pos ku. saat ini semuanya panik bahkan dari kami
pun ada yang melarikan diri begitu saja, "relawan pengecut" gumam ku.
semua orang menjerit histeris, mereka berlari bak semut, keadaan sangat
kacau, abu abu yang turun dan udara malam ini menjadi sangat panas.
"ya
tuhan, selamat kan lah kami malam ini"
nyaring bunyi sirine menandakan bahaya yang sangat fatal akan terjadi,
aku dan
para relawan lainnya mencoba mengevakuasi warga setempat, mobil mobil
bak pasir berisi manusia lalu lalang mengantar kan warga ketempat satu
ketempat lainnya. aku sendiri dan bersama beberapa relawan lain kini
mencoba mencari cari warga yang belum di evakuasi, padahal udara sudah
terasa sangat panas,
"sepertinya tidak ada lagi, ayo kita kembali ke
pos" ujar salah seorang relawan.
kendaraan evakuasi kami kini berjalan menuju pos
evakuasi dengan beberapa warga yang berhasil kami evakuasi, tapi
diperjalan kami merasakan sesak nafas, dan udara sangatlah panas, warga
yang kami evakuasi ketakutan, bahkan di antara mereka ada yang pingsan,
belum cukup kepanikan ku akan keadaan ini, aku mendengar suara yang memanggil
kami sambil melambaikan tangan di salah satu rumah yang kami lewati.
"pak ada yang masih belum di evakuasi, berhenti!" seru ku.
"tidak bisa,
udara sudah sangat panas, tinggalkan saja mereka, atau kita semua mati
disini." ujar sopir
"tapi pak, kalau mereka tidak di tolong mereka akan mati. kita tidak bisa meninggalkan mereka berdua"
"tidak bisa!" teriak sopir
akhirnya aku loncat dari truck. spoir truck itu seakan tidak peduli
dengan tindakan ku. truck itu terus melesat sekencang kencangnya.
"tolong tolong, tolong kami..." teriak 2 sosok orang yang kulihat tadi,
ternyata mereka adalah seorang ibu dan anak kecil. keadaan mereka sangat
kacau seluruh tubuh mereka penuh dengan debu, bahkan wajah mereka
hampir tidak terlihat.
"nak tolong anak ibu, dia masih ingin hidup nak"
ujar ibu itu,
"iya bu, saya akan menyelamatkan ibu dan anak ibu, biar
anak ibu saya gendong, pos evakuasi masih 2 km lagi kita harus berlari
kesana, apa ibu masih kuat untuk berlari" ujarku.
"selamatkan saja anak
ibu anak" jawab ibu itu.
aku sedikit tidak mengerti dengan perkataan ibu
itu, tapi aku hanya mengganggukan kepala. aku meraih lengan ibu itu dan
berlari pelan menuju pos evakuasi terdekat. udara sangat panas, debu
debu seakan menjadi dinding yang membutakan arah kemana kami tuju.
"ya
tuhan, aku sudah tidak kuat" ujar ku sebelum menjatuhkan diri ketanah.
namun aku hampir setengah sadar. akibat aku jatuh membuat anak yang aku gendong
ini menangis.
"nak sebentar lagi kita sampai, lekaslah berdiri nak" ujar
ibu itu. aku bertambah heran. dengan ibu itu, beliau terlihat sudah cukup tua namun
kenapa dia masih kuat, sedangkan aku saja sudah sangat lelah terlebih
dengan udara yang sanagt panas. lalu dengan dibantu nya aku kembali berdiri dan melangkah menuju pos evakuasi.
dari
kejauhan aku melihat orang orang yang sangat ramai.
"itu pos! itu pos
pengungsi bu!" ujar ku penuh semangat.
ibu itu hanya tersenyum. akhirnya
kami sampai di pos evakuasi. aku langsung diberikan pertolongan, dan
anak itu juga. setelah aku mulai sadar dari kelelahan. aku mencari cari
ibu dan anak itu. aku menemukan anak kecil tadi sedang dirawat oelh
petugas medis. aku tersenyum melihat anak itu baik baik saja. lalu aku
bertanya dimana ibu nya yang juga aku selamatkan. tapi pertanyaan itu
membuat petugas medis keheranan, petugas medis itu bilang bahwa aku
hanya datang bersama anak itu, dan tidak ada orang lain. aku bertanya
tanya kepada orang lain dan jawaban mereka pun sama. aku berpikir keras
siapa kemana ibu tadi, sangat jelas bahwa tadi kami datang bertiga?
pertanyaan itu melayang layang. tiba tiba salah seorang bapak bapak
mendekati ku.
"nak terima kasih telah menyelamatkan anak saya, saya
sangat berterima kasih nak" ujar bapak itu.
ternyata bapak bapak
itu adalah ayah dari anak itu.
"iya pak, sama sama. sudah tugas saya
sebagai relawan untuk membantu warga, tapi pak tadi saya menyelamatkan
anak bapak bersama istri bapak. kami sampai disini bertiga, tapi kata
orang orang yang hanya saya dan anak bapak?" ujarku.
dengan agak bingung bapak itu menjawab
"nak, istri saya sudah meninggal 3 tahun
yang lalu saat melahirkan anak bapak."
aku duduk lemas mendengar jawaban
bapak itu
"oh tuhan apa yang sebenarnya yang terjadi?" ucapku dalam
hati.
aku menatap langit. sebuah cahaya putih ditengah awan awan yang
kelam. tiba tiba terlintas wujud ibu itu. dia tersenyum dan terbang ke
langit. aku hanya diam. dan terus diam.