Tulisan tulisan yang di muat adalah hasil proses pemikiran manusia yang belajar dari ke ragu-raguan nya dalam mengemukakan pendapat. tidak untuk dibenarkan maupun disalahkan. ini hanyalah sekedar kumpulan tulisan
Minggu, 28 September 2014
Titik Terendah
Dan jalan yang selalu ku tempuh ini semakin terjal, batu batu kehidupan
semakin membuat ku tergelincir beberapa kali, ku memandang keatas nan
jauh, puncak kehidupan begitu jauh dari jangkauan ku. begitu suram,
mendung dan hujan. sepertinya begitu kelam masa depan ini. aku berusaha
meraih beberapa tangkai pohon untuk memanjatkan diri ini lebih jauh,
namun tangkai itu patah, dan aku terpuruk, terjun jatuh dalam jurang
kehidupan. tersadar aku sudah tidak berdaya. terbaring diantara
rerimbunan daun daun, ku melihat secercah cahaya. entah apa itu? aku
hanya bisa terdiam dan menunggu ada seseorang yang menyelamatkanku dari
keterpurukan ini.
Sebuah Pesan
Mengemukakan pemikiran yang arogan dan bertentangan dengan kehidupan,
mungkin itu tidak benar, namun kebenaran sesungguhnya adalah
kebencian saya terhadap kehidupan yang monoton akan perbedaan.
apakah ada yang menganggap diri nya malaikat?
apakah ada yang menganggap saya iblis?
sesuci itukah jiwa manusia sehingga mem-vonis saya tak lebih dari binatang?
dengan sehelain kain yang menutup kepala dan pakaian yang menutupi segalah sudut tubuh itu sudah bisa disebut dengan kesucian,
dan kehidupan yang monoton membedakan segala bentuk sosial, menganggap diri adalah manusia suci dan mengintimidasi saya sabagai budak.
mungkin saya akan mengunuskann sebilah pisau ke tubuh suci itu, hanya untuk melihat apa itu darah suci?
atau mereka ingin melakukan hal yang sama, demi untuk melihat darah hitam yang kotor?
entahlah, semuanya begitu memuakkan, persetan.
apakah ada yang menganggap diri nya malaikat?
apakah ada yang menganggap saya iblis?
sesuci itukah jiwa manusia sehingga mem-vonis saya tak lebih dari binatang?
dengan sehelain kain yang menutup kepala dan pakaian yang menutupi segalah sudut tubuh itu sudah bisa disebut dengan kesucian,
dan kehidupan yang monoton membedakan segala bentuk sosial, menganggap diri adalah manusia suci dan mengintimidasi saya sabagai budak.
mungkin saya akan mengunuskann sebilah pisau ke tubuh suci itu, hanya untuk melihat apa itu darah suci?
atau mereka ingin melakukan hal yang sama, demi untuk melihat darah hitam yang kotor?
entahlah, semuanya begitu memuakkan, persetan.
Malaikat Berdebu
"kring..."
keras dering jam beker membangunkan diri ini dari mati semu. dengan malas nya aku melangkah menuju kamar mandi, setelahnya, aku sarapan sambil melihat berita berita di tv.
"lagi lagi bencana, apa yang sebenarnya terjadi dengan negeri ini, duka mereka dipertontonkan oleh orang, apakah bencana sebuah tontonan yang menarik, terlebih dengan pemerintah, alah peduli apa mereka, semuanya tak lebih dari pencitraan" gumam ku dalam hati
"pemirsa, baru saja gunung merapi mengalami erupsi, dan awan abu vulkanik atau yang disebut wedus gembel kembali menghantui warga. warga sekitar lereng gunung merapi kini mengungsi ke daerah yang aman kurang lebih di radius10 km dari gunung merapi" ujar seorang reporter dari salah satu stasiun tv yang meliput bencana itu.
berhari hari berita ini menjadi santapan masyarakat, jutaan penduduk negeri ini menyatakan duka mereka tanpa ada tindakan, "ucapan tidak lah cukup" pikiran ini yang membuatku ingin menjadi relawan untuk membantu mereka.
hari itu pagi sangat cerah, padahal di sana sangat lah kelam oleh awan abu vulkanik, dengan mengendarai kendaraan pribadi aku sampai di desa kinahrejo, sampai disana aku menyampaikan niat ku untuk menjadi relawan kepada petugas setempat.
sehari setelah itu aku melakukan evakuasi kepada warga setempat, memang tak mudah untuk meyakinkan mereka agar mau di evakuasi dari lereng merapi, terlebih oleh kepercayaan yang mereka anut selama ini. puncaknya, malam itu merapi melakukan erupsi yang sangat besar, awan abu vulkanik mernerjang desa kinahrejo yang menjadi pos ku. saat ini semuanya panik bahkan dari kami pun ada yang melarikan diri begitu saja, "relawan pengecut" gumam ku. semua orang menjerit histeris, mereka berlari bak semut, keadaan sangat kacau, abu abu yang turun dan udara malam ini menjadi sangat panas.
"ya tuhan, selamat kan lah kami malam ini"
nyaring bunyi sirine menandakan bahaya yang sangat fatal akan terjadi, aku dan para relawan lainnya mencoba mengevakuasi warga setempat, mobil mobil bak pasir berisi manusia lalu lalang mengantar kan warga ketempat satu ketempat lainnya. aku sendiri dan bersama beberapa relawan lain kini mencoba mencari cari warga yang belum di evakuasi, padahal udara sudah terasa sangat panas,
"sepertinya tidak ada lagi, ayo kita kembali ke pos" ujar salah seorang relawan.
kendaraan evakuasi kami kini berjalan menuju pos evakuasi dengan beberapa warga yang berhasil kami evakuasi, tapi diperjalan kami merasakan sesak nafas, dan udara sangatlah panas, warga yang kami evakuasi ketakutan, bahkan di antara mereka ada yang pingsan, belum cukup kepanikan ku akan keadaan ini, aku mendengar suara yang memanggil kami sambil melambaikan tangan di salah satu rumah yang kami lewati.
"pak ada yang masih belum di evakuasi, berhenti!" seru ku.
"tidak bisa, udara sudah sangat panas, tinggalkan saja mereka, atau kita semua mati disini." ujar sopir
"tapi pak, kalau mereka tidak di tolong mereka akan mati. kita tidak bisa meninggalkan mereka berdua"
"tidak bisa!" teriak sopir
akhirnya aku loncat dari truck. spoir truck itu seakan tidak peduli dengan tindakan ku. truck itu terus melesat sekencang kencangnya.
"tolong tolong, tolong kami..." teriak 2 sosok orang yang kulihat tadi, ternyata mereka adalah seorang ibu dan anak kecil. keadaan mereka sangat kacau seluruh tubuh mereka penuh dengan debu, bahkan wajah mereka hampir tidak terlihat.
"nak tolong anak ibu, dia masih ingin hidup nak" ujar ibu itu,
"iya bu, saya akan menyelamatkan ibu dan anak ibu, biar anak ibu saya gendong, pos evakuasi masih 2 km lagi kita harus berlari kesana, apa ibu masih kuat untuk berlari" ujarku.
"selamatkan saja anak ibu anak" jawab ibu itu.
aku sedikit tidak mengerti dengan perkataan ibu itu, tapi aku hanya mengganggukan kepala. aku meraih lengan ibu itu dan berlari pelan menuju pos evakuasi terdekat. udara sangat panas, debu debu seakan menjadi dinding yang membutakan arah kemana kami tuju.
"ya tuhan, aku sudah tidak kuat" ujar ku sebelum menjatuhkan diri ketanah.
namun aku hampir setengah sadar. akibat aku jatuh membuat anak yang aku gendong ini menangis.
"nak sebentar lagi kita sampai, lekaslah berdiri nak" ujar ibu itu. aku bertambah heran. dengan ibu itu, beliau terlihat sudah cukup tua namun kenapa dia masih kuat, sedangkan aku saja sudah sangat lelah terlebih dengan udara yang sanagt panas. lalu dengan dibantu nya aku kembali berdiri dan melangkah menuju pos evakuasi.
dari kejauhan aku melihat orang orang yang sangat ramai.
"itu pos! itu pos pengungsi bu!" ujar ku penuh semangat.
ibu itu hanya tersenyum. akhirnya kami sampai di pos evakuasi. aku langsung diberikan pertolongan, dan anak itu juga. setelah aku mulai sadar dari kelelahan. aku mencari cari ibu dan anak itu. aku menemukan anak kecil tadi sedang dirawat oelh petugas medis. aku tersenyum melihat anak itu baik baik saja. lalu aku bertanya dimana ibu nya yang juga aku selamatkan. tapi pertanyaan itu membuat petugas medis keheranan, petugas medis itu bilang bahwa aku hanya datang bersama anak itu, dan tidak ada orang lain. aku bertanya tanya kepada orang lain dan jawaban mereka pun sama. aku berpikir keras siapa kemana ibu tadi, sangat jelas bahwa tadi kami datang bertiga? pertanyaan itu melayang layang. tiba tiba salah seorang bapak bapak mendekati ku.
"nak terima kasih telah menyelamatkan anak saya, saya sangat berterima kasih nak" ujar bapak itu.
ternyata bapak bapak itu adalah ayah dari anak itu.
"iya pak, sama sama. sudah tugas saya sebagai relawan untuk membantu warga, tapi pak tadi saya menyelamatkan anak bapak bersama istri bapak. kami sampai disini bertiga, tapi kata orang orang yang hanya saya dan anak bapak?" ujarku.
dengan agak bingung bapak itu menjawab
"nak, istri saya sudah meninggal 3 tahun yang lalu saat melahirkan anak bapak."
aku duduk lemas mendengar jawaban bapak itu
"oh tuhan apa yang sebenarnya yang terjadi?" ucapku dalam hati.
aku menatap langit. sebuah cahaya putih ditengah awan awan yang kelam. tiba tiba terlintas wujud ibu itu. dia tersenyum dan terbang ke langit. aku hanya diam. dan terus diam.
keras dering jam beker membangunkan diri ini dari mati semu. dengan malas nya aku melangkah menuju kamar mandi, setelahnya, aku sarapan sambil melihat berita berita di tv.
"lagi lagi bencana, apa yang sebenarnya terjadi dengan negeri ini, duka mereka dipertontonkan oleh orang, apakah bencana sebuah tontonan yang menarik, terlebih dengan pemerintah, alah peduli apa mereka, semuanya tak lebih dari pencitraan" gumam ku dalam hati
"pemirsa, baru saja gunung merapi mengalami erupsi, dan awan abu vulkanik atau yang disebut wedus gembel kembali menghantui warga. warga sekitar lereng gunung merapi kini mengungsi ke daerah yang aman kurang lebih di radius10 km dari gunung merapi" ujar seorang reporter dari salah satu stasiun tv yang meliput bencana itu.
berhari hari berita ini menjadi santapan masyarakat, jutaan penduduk negeri ini menyatakan duka mereka tanpa ada tindakan, "ucapan tidak lah cukup" pikiran ini yang membuatku ingin menjadi relawan untuk membantu mereka.
hari itu pagi sangat cerah, padahal di sana sangat lah kelam oleh awan abu vulkanik, dengan mengendarai kendaraan pribadi aku sampai di desa kinahrejo, sampai disana aku menyampaikan niat ku untuk menjadi relawan kepada petugas setempat.
sehari setelah itu aku melakukan evakuasi kepada warga setempat, memang tak mudah untuk meyakinkan mereka agar mau di evakuasi dari lereng merapi, terlebih oleh kepercayaan yang mereka anut selama ini. puncaknya, malam itu merapi melakukan erupsi yang sangat besar, awan abu vulkanik mernerjang desa kinahrejo yang menjadi pos ku. saat ini semuanya panik bahkan dari kami pun ada yang melarikan diri begitu saja, "relawan pengecut" gumam ku. semua orang menjerit histeris, mereka berlari bak semut, keadaan sangat kacau, abu abu yang turun dan udara malam ini menjadi sangat panas.
"ya tuhan, selamat kan lah kami malam ini"
nyaring bunyi sirine menandakan bahaya yang sangat fatal akan terjadi, aku dan para relawan lainnya mencoba mengevakuasi warga setempat, mobil mobil bak pasir berisi manusia lalu lalang mengantar kan warga ketempat satu ketempat lainnya. aku sendiri dan bersama beberapa relawan lain kini mencoba mencari cari warga yang belum di evakuasi, padahal udara sudah terasa sangat panas,
"sepertinya tidak ada lagi, ayo kita kembali ke pos" ujar salah seorang relawan.
kendaraan evakuasi kami kini berjalan menuju pos evakuasi dengan beberapa warga yang berhasil kami evakuasi, tapi diperjalan kami merasakan sesak nafas, dan udara sangatlah panas, warga yang kami evakuasi ketakutan, bahkan di antara mereka ada yang pingsan, belum cukup kepanikan ku akan keadaan ini, aku mendengar suara yang memanggil kami sambil melambaikan tangan di salah satu rumah yang kami lewati.
"pak ada yang masih belum di evakuasi, berhenti!" seru ku.
"tidak bisa, udara sudah sangat panas, tinggalkan saja mereka, atau kita semua mati disini." ujar sopir
"tapi pak, kalau mereka tidak di tolong mereka akan mati. kita tidak bisa meninggalkan mereka berdua"
"tidak bisa!" teriak sopir
akhirnya aku loncat dari truck. spoir truck itu seakan tidak peduli dengan tindakan ku. truck itu terus melesat sekencang kencangnya.
"tolong tolong, tolong kami..." teriak 2 sosok orang yang kulihat tadi, ternyata mereka adalah seorang ibu dan anak kecil. keadaan mereka sangat kacau seluruh tubuh mereka penuh dengan debu, bahkan wajah mereka hampir tidak terlihat.
"nak tolong anak ibu, dia masih ingin hidup nak" ujar ibu itu,
"iya bu, saya akan menyelamatkan ibu dan anak ibu, biar anak ibu saya gendong, pos evakuasi masih 2 km lagi kita harus berlari kesana, apa ibu masih kuat untuk berlari" ujarku.
"selamatkan saja anak ibu anak" jawab ibu itu.
aku sedikit tidak mengerti dengan perkataan ibu itu, tapi aku hanya mengganggukan kepala. aku meraih lengan ibu itu dan berlari pelan menuju pos evakuasi terdekat. udara sangat panas, debu debu seakan menjadi dinding yang membutakan arah kemana kami tuju.
"ya tuhan, aku sudah tidak kuat" ujar ku sebelum menjatuhkan diri ketanah.
namun aku hampir setengah sadar. akibat aku jatuh membuat anak yang aku gendong ini menangis.
"nak sebentar lagi kita sampai, lekaslah berdiri nak" ujar ibu itu. aku bertambah heran. dengan ibu itu, beliau terlihat sudah cukup tua namun kenapa dia masih kuat, sedangkan aku saja sudah sangat lelah terlebih dengan udara yang sanagt panas. lalu dengan dibantu nya aku kembali berdiri dan melangkah menuju pos evakuasi.
dari kejauhan aku melihat orang orang yang sangat ramai.
"itu pos! itu pos pengungsi bu!" ujar ku penuh semangat.
ibu itu hanya tersenyum. akhirnya kami sampai di pos evakuasi. aku langsung diberikan pertolongan, dan anak itu juga. setelah aku mulai sadar dari kelelahan. aku mencari cari ibu dan anak itu. aku menemukan anak kecil tadi sedang dirawat oelh petugas medis. aku tersenyum melihat anak itu baik baik saja. lalu aku bertanya dimana ibu nya yang juga aku selamatkan. tapi pertanyaan itu membuat petugas medis keheranan, petugas medis itu bilang bahwa aku hanya datang bersama anak itu, dan tidak ada orang lain. aku bertanya tanya kepada orang lain dan jawaban mereka pun sama. aku berpikir keras siapa kemana ibu tadi, sangat jelas bahwa tadi kami datang bertiga? pertanyaan itu melayang layang. tiba tiba salah seorang bapak bapak mendekati ku.
"nak terima kasih telah menyelamatkan anak saya, saya sangat berterima kasih nak" ujar bapak itu.
ternyata bapak bapak itu adalah ayah dari anak itu.
"iya pak, sama sama. sudah tugas saya sebagai relawan untuk membantu warga, tapi pak tadi saya menyelamatkan anak bapak bersama istri bapak. kami sampai disini bertiga, tapi kata orang orang yang hanya saya dan anak bapak?" ujarku.
dengan agak bingung bapak itu menjawab
"nak, istri saya sudah meninggal 3 tahun yang lalu saat melahirkan anak bapak."
aku duduk lemas mendengar jawaban bapak itu
"oh tuhan apa yang sebenarnya yang terjadi?" ucapku dalam hati.
aku menatap langit. sebuah cahaya putih ditengah awan awan yang kelam. tiba tiba terlintas wujud ibu itu. dia tersenyum dan terbang ke langit. aku hanya diam. dan terus diam.
Saya, Anda dan Tuhan
bukan kah semua sama di mata tuhan?
lalu kenapa ada orang orang suci menganggap saya busuk.
bukan kah hanya tuhan yang berhak menyatakan salah dan benar?
lalu kenapa saya disalahkan atas perbedaan.
bukan kah tuhan tidak hanya melihat hambanya dengan pakaian?
lalu kenapa mereka menutupi seluruh tubuhnya namun jiwa mereka telanjang?
atau kah tuhan hanya mendengar ucapan ucapan munafik?
seperti bualan bualan mereka, dan mereka keliru dengan omong kosong mereka sendiri.
apakah tuhan tidak dapat merasakan getaran hati?
saya tidak kolot, tapi hati saya jatuh dan menyembah ketika mendengar namanya.
atau apakah tuhan buta oleh kenyataan?
lalu kenapa banyak disana orang orang berceloteh ria tentang agama tapi tak berguna
lalu kenapa ada orang orang suci menganggap saya busuk.
bukan kah hanya tuhan yang berhak menyatakan salah dan benar?
lalu kenapa saya disalahkan atas perbedaan.
bukan kah tuhan tidak hanya melihat hambanya dengan pakaian?
lalu kenapa mereka menutupi seluruh tubuhnya namun jiwa mereka telanjang?
atau kah tuhan hanya mendengar ucapan ucapan munafik?
seperti bualan bualan mereka, dan mereka keliru dengan omong kosong mereka sendiri.
apakah tuhan tidak dapat merasakan getaran hati?
saya tidak kolot, tapi hati saya jatuh dan menyembah ketika mendengar namanya.
atau apakah tuhan buta oleh kenyataan?
lalu kenapa banyak disana orang orang berceloteh ria tentang agama tapi tak berguna
Dear God
ketika jalan terasa semakin berat, dan langkah kaki kian tertatih
berharap akan ada asa dalam lelah yang datang di jalan ini
untuk membersikan dosa yang ada, dan untuk sedikit menghirup udara dari surga
untuk membersikan dosa yang ada, dan untuk sedikit menghirup udara dari surga
tak terbesit angan, hanya sayap sayap patah yang membentang
terbang seperti burung burung gagak yang menghampiri neraka
cahaya semakin memudar tak terlihat dimana jalan ini berakhir
mata ini semakin nanar dan membuta oleh api amarah
melangkah bersama iblis iblis ini membuat haus dahaga akan dosa
dan jejak jejak langkah menjadi ingatan akan dosa dosa dunia
tiada yang suci, hanya nista yang menebarkan pesonanya
dan tangan tangan ini meminta untuk pertolongan,
pertolongan dari sang penguasa nirwana.
terbang seperti burung burung gagak yang menghampiri neraka
cahaya semakin memudar tak terlihat dimana jalan ini berakhir
mata ini semakin nanar dan membuta oleh api amarah
melangkah bersama iblis iblis ini membuat haus dahaga akan dosa
dan jejak jejak langkah menjadi ingatan akan dosa dosa dunia
tiada yang suci, hanya nista yang menebarkan pesonanya
dan tangan tangan ini meminta untuk pertolongan,
pertolongan dari sang penguasa nirwana.
Langganan:
Postingan (Atom)